Harga Sawit Lesu Sampai Akhir Maret

11 Februari 2015 - HARGA tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kaltim mencatatkan perbaikan tipis pada Februari ini. Meski begitu, tren pelemahan diperkirakan berlanjut hingga akhir triwulan pertama nanti, menyusul belum membaiknya harga jual crude palm oil (CPO) yang merupakan olahan hilir tanaman ini.

Dinas Perkebunan Kaltim melaporkan, harga TBS usia 10-25 tahun naik Rp 17,96 per kilogram menjadi Rp 1.520,77 kilogram untuk penjualan Februari. Harga tersebut ditetapkan setelah harga rerata CPO dan kernel (inti sawit) tertimbang  dihargai Rp 7.376,16 dan Rp 4.019,82 per kilogram.

“Harga tersebut belum termasuk PPN (pajak pertambahan nilai). Di pasar lelang harga CPO berfluktuasi tipis di atas Rp 8.000 per kilogram,” ucap Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Hj Etnawati, melalui Kepala Bidang Usaha Muhammad Yusuf, belum lama ini.

Meski tengah berupaya naik, harga CPO tersebut lanjut Yusuf, belum mampu menyamai level pada bulan yang sama di 2014. “Tahun lalu antara Rp 9.500 sampai Rp 10 ribu per kg,” sambungnya. Selain mulai membengkaknya penawaran, menurut dia, kondisi tersebut merupakan dampak turunnya harga komoditas substitusi.

“Produksi domestik melesat cepat, namun naiknya permintaan belum mampu mengimbangi. Ditambah lagi, harga minyak dunia terus melemah. Ini membuat sebagian konsumen yang memproduksi sumber energi dari CPO kembali memilih minyak fosil,” urai dia.

Situasi tersebut, kata dia, membuat momen kenaikan harga sawit beserta turunannya menjelang akhir 2014 lalu lepas. Padahal, seperti diketahui,  masa tersebut adalah masa emas bagi industri kelapa sawit. Saat kebutuhan meningkat, produksi minyak nabati dari bahan lain, seperti kedelai dan biji bunga matahari di Eropa juga merosot selama musim dingin.

“Tapi, pada saat yang sama, harga minyak merosot tajam. Kondisi ini, diperkirakan berlangsung sampai akhir Maret. April baru kembali normal, mengikuti perbaikan harga minyak dunia. Kita tahu, selain dengan minyak pangan, CPO juga bersaing dengan minyak mentah sebagai bahan bakar,” tukas Yusuf.

Karena itu, dia mengimbau, untuk sementara para penggiat industri sawit memaksimalkan demand dari pasar domestik. “Kami juga tengah mengupayakan percepatan pengembangan biodiesel agar sawit lebih banyak terserap di dalam negeri,” pungkasnya. (man/lhl/k8)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reuben Elishama, Si Macho yang Bertato

PROPOSAL USAHA BUDIDAYA IKAN MUJAIR

Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan