Penangkar Butuh 30.000 Pucuk per Tahun

Syahrum, seorang penangkar bibit
Menurut Syahrum, seorang penangkar bibit tanaman paling sedikit membutuhkan sekitar 30 ribu pucuk (mata entres) per tahun per komoditas. Mata entres itu harus diambil dari pohon induk yang sudah dilegalitas keabsahannya oleh pemerintah. Dan, tiap pucuk mereka beli sekitar Rp 150 atau tergantung jenis tanamannya. Pucuk-pucuk tersebut disambung dengan batang bawah untuk kemudian dibibitkan hingga tanaman siap tanam atau siap jual. "Sebelum dijual, bibit yang kita perbanyak itu juga harus diberi label. Label itu dikeluarkan oleh Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih Dinas Pertanian Sumatera Utara (BPSB Sumut) untuk komoditas pangan dan hortikultura. Dan, untuk mendapatkan label juga harus dibayar yang tiap labelnya tergantung jenis tanamannya," terang Syahrum yang terjun ke bisnis penangkaran bibit tanaman ini sejak tahun 2011 lalu.

Sementara, seorang penangkar memperbanyak tanaman tidak satu jenis saja melainkan berpuluh jenis tanaman mulai tanaman buah-buahan (hortikultura), perkebunan hingga tanaman hutan.

Sedangkan keberadaan pohon induk tersebut tambah Ketua Aspenta Sumut N Akelaras tidak selalu ada di Sumut. Karena itu, untuk mendapatkan sumber bibit terkadang para penangkar harus mendatangkannya dari daerah atau propinsi lain, seperti dari Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan dan lain sebagainya.

Yang berarti, biaya produksi semakin besar. "Biaya pengirimannya paling mahal kalau kita mendatangkannya dari luar Sumut. Dan, itu terpaksa kita lakukan karena pengadaannya tidak ada di Sumut," kata Akelaras yang juga pembina kebun bibit rakyat (KBR) ini.

Karena itulah kata dia, para penangkar sangat berharap pemerintah bisa menyediakan atau membangun kebun induk tidak saja membantu kelangsungan usaha penangkaran bibit tanaman yang ada di Sumut tapi juga untuk kelestarian tanaman itu.

Adanya kebun arboretum yang dimiliki USU, kata Akelaras, pemilik penangkar tanaman UD Tani Mas ini, akan sangat membantu para penangkar dalam perolehan sumber entres. Sebab, di arboretum itu ada banyak tanaman yang memungkinkan untuk dijadikan pohon induk, mulai dari tanaman buah-buahan, perkebunan hingga tanaman hutan.

"Kami berharap pemerintah khususnya pihak kampus USU berkenan menjadikan arboretum tersebut sebagai kebun induk. Dan, kami siap menyuplai tanaman yang belum ada dikebun tersebut untuk dikembangkan serta siap membantu perawatannya. Karena dengan adanya kebun induk di lahan penelitian USU itu berarti kelangsungan dari tanaman itu terjamin," kata Akelaras penuh harap. (junita sianturi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reuben Elishama, Si Macho yang Bertato

PROPOSAL USAHA BUDIDAYA IKAN MUJAIR

Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan