faktor penyebab ketimpangan
8/9.4 Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
Sudah cukup banyak studi yang menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Di antaranya dari Esmara (1975), Sediono dan Igusa (1992), Azis (1989), Hill dan Wiliams (1989), Sondakh (1994), dan Safrizal (1997,2000). Kesimpulan dari semua studi-studi tersebut adalah bahwa faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kosentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendahan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Di Indonesia, strategi pembangunan ekonomi nasional yang diterapkan selama pemerintahan Orde Baru membuat secara langsung maupun tidak langsung terpusatnya pembangunan ekonomi di Jawa, khususnya Jawa Barat dan Jawa Timur, dan hingga tingkat tertentu di Sumatra. Ini membuat terbelakangnya pembangunan ekonomi diprovinsi-provinsi di luar Jawa, khususnya di IKT.
Selain itu, memusatnya pembangunan ekonomi di Jawa juga disebabkan oleh berbagai hal lain, di antaranya ketersediaan infrastruktur dan letak geografis. Ekspansi ekonomi dalam pola seperti ini terbukti mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena L dan K yang ada, serta kegiatan perdagangan pindah dari daerah-daerah di luar Jawa ke Jawa. Khususnya migrasi L, baik dari kategori L berpendidikan rendah maupun berpendidikan tinggi terus mengalir ke Jawa, sehingga merugikan daerah-daerah lain salah satu faktor produksi penting hilang di daerah-daerah. Kerugian yang dialami banyak daerah di luar Jawa, khususnya IKT, karena terpusatnya kegiatan ekonomi nasional di Jawa adalah salah satu contoh konkret dari apa yang dimaksud dengan efek “penyurutan” dari kegiatan ekonomi yang terpusatkan di suatu daerah. Namun, sebenarnya kegiatan ekonomi yang terpusatnya di Jawa tidak harus sepenuhnya merugikan semua daerah lain, khususnya yang dekat dengan Jawa; atau tidak harus memperbesar efek-efek polarisasi. Paling tidak dalam teori, pembangunan ekonomi yang pesat di Jawa selama ini bisa juga memberi banyak keuntungan, misalnya dalam bentuk ekspor dari daerah-daerah tersebut ke Jawa meningkat dan berarti dampak positif terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan di daerah-daerah tersebut.
2. Alokasi Investasi
Indikator lain yang juga menujukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) mau pun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat I dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat di katakan bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah , karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar